Sabtu, 15 September 2012

Pilkada DKI 2012 Membuat Kita Jadi Dungu

     Ketika pilkada DKI 2012 menjadi 2 putaran, gonjang ganjing politik cadas dimulai, semakin keras lagi ketika Rhoma Irama digelandang Panwaslu untuk mengklarifikasi ceramahnya. dimana isi ceramahnya dilaporkan menyinggung SARA. namun akhirnya bukan dianggap pelanggaran dengan kriteria  panwaslu.
     Kemudian teguran kepada Prabowo S, dianggap melakukan kampanye sebelum waktunya, beliau tidak datang ke panwaslu, hanya mengakui kesalahn dari jauh.
     Kita perhatikan perbedaan perlakuan yang dilakukan panwaslu antara Rhoma Irama dengan Prabowo S.

     Hingar bingar isu SARA ditanggapi kubu yang lain bahwa orang Jakarta sudah pintar-pintar dan tidak akan termakan isu-isu murahan apalagi iming-iming uang ( itu yang kita harap).
     Belakangan menjelang hari pencoblosan, timbul kelompok sukarelawan yang ingin memantau KPPS dimana pada intinnya mereka beralasan bahwa TPS harus diawasi karena khawatir ada penyimpangan-penyimpangan.
     Perhatikan !, disatu sisi orang Jakarta dianggap pintar, disisi lain orang Jakarta dianggap bodoh, karena terima saja kecurangan di TPS begitu logikanya, sampai-sampai demikian optimisnya mereka ingin membenahi kekurangan TPS-TPS yang ada di Jakarta. 
     Sepanjang yang saya amati TPS-TPS di Jakarta terkoordinasi demikian baik. bagaimana suara-suara di TPS akan dimainkan kalau saksi peserta pemilu saja lebih dari separuh yang hadir, kemudian Kepolisian mencatat hasil akhir disemua TPS, belum lagi tim independen mencatat juga, mereka ( polisi dan independen) tidak banyak cuap-cuap, apakah mereka masih tidak dipercaya ? kapan kita akan bersikap dewasa ?. kecurangan TPS-TPS di Jakarta hampir mustahil, kecuali nekat.   
     KPPS yang sudah bekerja demikian penatnya, masih juga dicurigai yang bukan-bukan, mereka yang saya tau mendapat imbalan tidak sebanding dengan tanggung-jawabnya (tapi mereka tidak banyak ribut).
     Yang bikin saya tambah dungu, saya dengar ada orang berkomentar untuk tidak mau ikut dalam kegiatan langsung/tidak langsung pilkada dengan alasan takut tidak bisa independen. kalau demikian pola pikirnya semua KPPS sampai KPU, Pemantau, Panwaslu harus Golput. Sepertinya ingin dianggap bijak, tapi itu malah dianggap terbelakang pola pikirnya. Semua ada aturan mainnya, tergantung apakah seseorang punya rasa malu atau tidak jika melanggar aturan (begitu kata bapak saya).